Kamis, 04 April 2013

Pondok Pesantren Miftahul Huda Ngaglik

                                                            



ponpes miftahul huda

   Assalamu'alaikum,  alham
dulillah segala puji bagi Allah
yang   menciptakan      alam
semesta   beserta       isinya
sholawat dan salam marilah
Kita   sanjungkan     kepada
junjungan    Nabi       Agung
Muhamad   saw,      beserta
keluarganya,    Shahabatnya
dan   pengikut- pengikutnya.
   Kami    keluaga       besar
Pondok             Pesantren
Miftahul   Huda,       meng
ucapkan   terima        kasih,
kepada saudara-saudaraku
di pelosok   belahan   dunia
manapun     yang        telah
membuka situs Kami, semoga bisa bermanfaat sebagai maudhoh,
tausiyah bagi saudara-saudaraku semuanya.
   Pondok  Pesantren  Miftahul   Huda  terletak,  di Kab.  Nanjuk,   tepatnya
Desa Ngaglik, Cerme Barat, Kec. Pace, Kab. Nganjuk Jawa Timur(64472)
Sebagai   pendiri  Ponpes.  Miftahul  Huda  adalah     Bpk.Kyai Syaribun
Beliau sebagai pendiri Ponpes  sekaligus sebagai salah satu tokoh yg babat
babat alas/cikal bakal desa Ngalik  Cerme. Beliau seorang Ulama dari Jawa
Tengah ( red. daerah Kudus ).
Daerah Cerme terkenal Hutan belantara yang winget,   angker yang dikuasai
di kuasai jin, makluk ghoib lainya, dengan kesaktianya yang diberikan  Allah
kepada   Kyai  Syaribun,  maka  jin makluk  lainya,  dapat di pindahkan  ke
kan ke sebelah barat Ponpes, tepatnya daerah  oro-oro,  menurut cerita  jin
dll itu dipikul.
  Tokoh Ulama yang saat itu  berjuang dalam  babat alas desa Cerme  yaitu
Yaitu, Mbah Kyai Ma'ruf, Mbah Kyai Bakri, Mbah Kyai Cerme .............
sebagai awal  tempat majelis dakwahnya  Bpk Kyai   Syaribun  mendirikan
mendirikan  Ponpes.  Miftahul  Huda, setelah lama beliau   mendakwahkan
agama penduduk Cerme mulai bertambah,  Beliau  selama berumah tangga
tangga tidak mendapat keturunan, maka sebagai penerus dakwahnya beliau
mengangkat Kyai Bakri ( Bakri ) sebagai anaknya.
   Setelah Bpk Kyai Syaribun Wafat, sebagai penerus dakwahnya yaitu Bpk
Kyai Bakri,  Putra-putra  dari  Bpk Kyai  Bakri  antara  lainya Hidayatullah
Syaiquuddin, saat itulah mulai berdirinya Madin Sabilil Muttaqien
sebagai pengasuh Madin tsb Kyai Syaiquddin.Setelah Bpk Kyai Bakri  dan
Bpk Kyai  Syaiquddin  Wafat,  sebagai  penasuh  Ponpes  hingga sekarang
yaitu Bpk.Kyai Hidayatullah dan sebagai Kepala   sekolah  Madin Sabilil
Muttaqien sampai sekarang yaitu Gus Maftuh ( Maftuhu  Fadhli Zhiljud )
   Para santri yang menuntut  ilmu disitu, ada dari Sumatra, jawa tengah, dan
luar kota dst, Ponpes.Miftahul Huda  tempatnya sangat nyaman, lingkungan
yang masih alami. Jika Shobat  sudah  Cerme bisa lewat pertigaan Nglirang
atau bisa lewat SD N Cerme 1.........
   Putra putri  jenengan  bisa  tinggal di  Asrama  pondok, lebih bagus untuk
mengikuti kegiatan di Ponpes, juga di dukung  lingkungan atau  masyarakat
masyarakat  yang  sangat  ramah, dan   bersahabat  insyaAllah putra - putri
jenengan akan betah disana.  Sesuai  dengan  pendiri  Ponpes Kami bahwa
majelis  da'wah  Kami  mengikuti  Rasulullah  saw, Ahlussunah Waljama'ah
yang bersumber pada Al-qur'an, Al-hadist, Ijtihad (Ijma', Qiyas, Maslahah
Mursalah, Urf -kebiasaan ).
Serta misi dan visi Kami, melangsungkan kehidupan islam, (   artinya  Islam
agama  yang mengatur segala aspek kehidupan bukan sholat,  zakat, puasa
ibadah haji,  tapi  Al-qur'an  30  juz harus di implikasikan dalam kehidupan
yang nyata , misalnya ekanomi secara islam, pendidikan secara islami   dan
lain - lain )  dan  menda'wahkan  islam  ke  seluruh  penjuru  penjuru dunia
    Di Ponpes Kami juga mengkaji Kitab-Kitab Kuning, yang akan di asuh
oleh Gus  Maftuh,  Gus  Dhofir,  Gus Taghis. Kegiatan  belajar  Kami  juga
belajar mengajar  di Madin  Kami  yaitu Madin  Sabilil  Muttaqien disinilah
Kami  akan  menggembleng  putra-putri Jenengan dengan ilmu agama, dan
mengembangkan kreativitas/bakat putra putri jenengan.
     Di Madin Kami, juga meyelenggarakan kegiatan Mtq   (seni baca
Al-qur'an ), Hadroh, Pidato, mengikuti kegiatan diluar Ponpes,  misalnya
 lomba dan lainya.Tentang Staf / Ustadz/ Ustadazah orang-orang yang sudah
berpengalan di bidangnya masing- masing.
Menuntut ilmu hukumnya wajib, dan  insyaAlloh  derajat  kita akan diangkat
oleh Allah, orang -orang yang mempunyai ilmu mendapt kehormatan di sisi
Allah dan RasulNya.
Banyak ayat Al-Qur’an yang mengarah agar umatnya  mau menuntut   ilmu
seperti ayat dibawah ini.
  Qs Al Mujadalah ayat 11:

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ
Artinya :
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
 dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
 (Q.s. al-Mujadalah : 11)
. Kewajiban menuntut ilmu ini ditegaskan dalam hadits nabi, yaitu :
رواه إبن عبد البر)) طَلَبُ اْلعِلْمَ فَرِيْضِةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Artinya :
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat
(HR. Ibnu Abdil Bari)
Secara jelas dan tegas hadits di atas menyebutkan bahwa menuntut ilmu  itu
diwajibkan bukan saja kepada laki-laki, juga kepada perempuan.Tidak ada
perbedaan bagi laki-laki atau perempuan dalam   menuntut ilmu, semuanya
wajib. Hanya saja bahwa dalam mencari llmu itu  harus tetap sesuai dengan
ketentuan Islam.
   Nabi pernah memerintahkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu walau
pun sampai di tmpat yang jauh seperti negeri China.Selain itu menuntut ilmu
itu tidak mengenal batas usia, sejak kita terlahir sampai kita masuk   kubur
kita senentiasa mengambil pelajaran dlm  kehidupan,dengan kata lain islam
mengajarkan untuk menuntut  ilmu sepanjang  hayat di kandung  badan kita.

Sebagaimana tercantum dalam hadits nabi :

أُطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَحْدِ إِلَى اللَّهْدِ (رواه مسلم)
Artinya
“Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat”(HR. Muslim)

Begitullah, seruan Allah, sabda Rasulullah saw, urgentsinya menuntut   ilmu
sangat penting sekali. Juga perlu di ingat bahwa, anak -anak kita sebagai
Amanah, yang haru kita laksanakan, karena anak merupakan  investasi kita
kelak kalau Kita sudah kembali kepada Allah, putra-putri kitalah yang dapat
mendo'kan.
   Ponpes Kami juga, menyelenggaran pendidikan  formal  dan Agama, juga
juga meyelenggarakan Ujian Kejar Paket A,B dan lainya.  Kita harus sadar
ditengah-tengah era globalisasi, dan majunya perkembangan IPTEK  ( Ilmu
Pengetahuan & Teknlogi )yang terjadi saat ini dapat kita rasakan, semuanya
serba pakai ONLINE, ini kalau  kita tidak  punya filer  ( maksutnya  agama
agama yang yang kuat maka dampak  negatifnya sangat parah,  yang   bisa
merusak pola pikir, pola  akal anak, kepada hal-hal yang negatif   /  maksiat
contoh;
 -Masuknya budaya barat, pornoaksi/pornografi
 -Media elektrik atau surat kabar dll.
Maka sebagai Mitra penjengan saat ini adalah Ponpes yang bisa meredam
perkembangan Abad ini, sejak dini putra putri  jenengan  haruslah dikasih
pondasi yang kuat tentang pendidikan agama islam.
   Jadi lingkungan Ponpes, bisa mendidik dan mewarnai membentuk sifat /
karakter anak  dalam  menghadapi  era globalisasi  saat ini.  Karena Ilmu 
pengetahuan yang tidak di imbangi dengan Ilmu agama  akan menjadikan
manusia sombong, dan melupakan penciptaNya.
    Saudara- saudaraku yang sempat membuka situs Kami, silahkan anda
mencari seputar info, di blog ini, silahkan mengcopy, download,   Update
untuk sama menambah pengetahuan Kita,   selanjutnya    dak'wahkanlah
walau hanya satu ayat; 
Dari Abdullah bin Amr raddhiyallahu ta'ala


بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ( HR.Bukhari ).
 Kami mengajak semua eleman Masyarakat, mari Kita hidupkan ukhuwah
islamiah, Kita jaga  persatuan dan  kesatuan  seluruh  Umat islam di dunia
janganlah Kita mempertentangkan  khilafiyah di antara umat
karena akan membuat perpecahan  Umat islam.
wawallahu 'alam bish-shawab.


 Ponpes Miftahul huda Ngaglik Barat Cerme
Suasana yang nyaman  Ponpes Miftahul Huda













Ini adalah Madin Sabilil Muttaqien
Jalan terus ke
barat menuju
Ponpes.





































Madin Sabilil muttaqien























      
Acara Imtihan Haflah Akhir Sanah   















Daftar Alamat Pondok Pesantren 2008/2009.NSPP.Jawa Timur


 Teregestrasi;
          " PONDOK PESANTREN MIFTAHUL HUDA "
         Alamat; Ngaglik, Cerme Barat, Pace,Nganjuk ( 64472 )
                        2.769.0423518050005.20
                    Pendiri PP.MIFTAHUL HUDA
                    Almukaram Bpk. Kyai Syaribun
Sebagai penerus / pengasuh PP.MIFTAHUL HUDA sampai sekarang
                  Almukaram Bpk. Kyai Hidayatullah

Dasar / Landasan Berdirinya Pondok Pesantren

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali- Imron 3:104)

”kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (Q.S.3. Ali Imraan : 110)

Misi & Visi Ponpes. Miftahul Huda

   Visi dari Lembaga Ponpes Miftahul Huda

       1. Bertujuan melanjutkan kehidupan islam ( menerapkan Islam secara
           kaffah ).
       2. Membentuk generasi-generasi yang berakhlqul karimah, beriman
           bertaqwa, berilmu dan beramal.
       3. Meletarikan hal-hal ( 'uruf ) yang sudah dianggap baik dan meletakkan
           Sumber Hukum Islam sebagai dasar yaitu Al-qur'an, Al-hadist, Ijma'

    Misi-misinya Adalah;

        1.Sebagai penggerak Amar ma'ruf Nahi Mungkar.
        2.Mencetak generasi -generasi yang berhaluan Ahlus Sunah
          Wal-jama'ah, yang trampil, berkualitas
        3.Membekali ilmu agama dan ilmu umum, lewat Madrasah
           diniyah.
        4.Melestarikan Budaya Ulama Salafus Sholihin.
        5.Mengembangkan Ilmu Pengetahuan & Teknologi ( IPTEK )
           dan kreativitas, seni lewat Madin.
        6. Mengenalkan era globalisasi, daya saing, religius, yang
            berlandaskan Aqidah Islam, Al-qur'an dan Al-hadist
        7. Melestarikan dan menghidupkan Sunah-sunah para Nabi dan
           Rasul ditengah tengah masyarakat.
        8. Membentuk generasi generasi berilmu agama, siap pakai di
            Masyarakat.
        9. Secara umum Ponpes juga ikut berpartisipasi didalam
            mencerdaskan kehidupan bangsa.
            wawallahu 'alam bish-shawab.


Nama Staf & Ustadz / Ustadzah Pengajar

    1.  Maftuhu Fahdli Zhiljud ( Gus Maftuh )
         Beliau sebagai Kepala Sekolah Madin Sabilil Muttaqien
    2.  Ustadazah Tutik Irkamah
    3.  Gus Dhofir
    4.  Gus Taghis
    5.  Ustadzah Sul
    6.  Ustadz Faturrozi
    7.  Ustadz Zainal Abidin
    8.  Ustadz yusuf
    9.  Ustadzah Zumrotul Chusnawiyah
    10.Ustadzah Amanaturrohmah
    11.Ustadzah Rois
    12.Ustadzah Batul

Al-Kitab Yang DI Kaji di Madin Sabilil Muttaqien

Kajian Kitab di Madin

al-quran-yang-mulia.jpg (204×136)

     1. Kitab Iqro'
     2. Kitab Mabadik Fiqih
     3. Ta'lim Muta'lim
     4. Nahwu Shorof
     5. Kitab Majmuk Mustamil
     6. Bhulughul Marom
     7. Al- qur'an dan Al- Hadist
     8. dll..




Untuk Apa Manusia Diciptakan Oleh Allah

Sebelum Kita belajar, tentang Ilmu agama, belajar tentang kehidupan
Kita harus belajar Siapa yang menciptakan Kita, dan Hakekatnya untuk
apa kita di ciptakan  di dunia ini. Inilah yang seharusnya Kita pikirkan,
karena hidup yang kita jalani kalau punya tujuan akan membangkitkan
semangat hidup, kita akan punya tanggung jawab terhadap apa yang Kita
perbuat di dunia, dan ini yang bisa memfilter kita sehingga kita hati-hati
karena setiap langkah kita, gerak, ucapan kita akan di mintai pertanggung
jawabkan, marilah kita renungkan bagaimana  Alloh menciptakan manusia,
alam, bumi dan semuanya yang ada  didalamnya

    Kalau kita melihat besarnya kekuasaan Allah, niscaya kita akan 
segera mengucapkan “Allahu Akbar”, “Subhanallah”. Allah menciptakan 
langit tanpa tiang serta semua bintang yang menghiasinya dan Allah turunkan darinya air hujan dan tumbuh dengannya segala jenis tumbuh-tumbuhan. Bumi terhampar sangat luas, segala jenis makhluk bertempat tinggal di atasnya, berbagai kenikmatan dikandungnya dan setiap orang dengan mudah bepergian ke mana yang dia inginkan.
Binatang ada dengan berbagai jenis, bentuk, dan warnanya. Tumbuh-tumbuhan dengan segala jenisnya dan buah-buahan dengan segala rasa dan warnanya. Laut yang sangat luas dan segala rizki yang ada di dalamnya semuanya mengingatkan kita kepada kebesaran Allah dan ke-Mahaagungan-Nya.
Kita meyakini bahwa Allah menciptakan semuanya itu memiliki tujuan dan tidak sia-sia. Maka dari itu mari kita berlaku jujur pada diri kita dan di hadapan Allah yaitu tentu bahwa kita juga diciptakan oleh Allah tidak sia-sia, dalam arti kita diciptakan memiliki tujuan tertentu yang mungkin berbeda dengan yang lain.
 Allah berfirman:
Maka apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al Mu’minun: 115) 
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja ( tanpa pertanggungjawaban)?” (Al Qiyamah: 36) 
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah”.(Shad: 27) 
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.” (Ad Dukhan: 38) 
Dari ayat-ayat di atas sungguh sangat jelas bahwa segala sesuatu yang ada di bumi dan langit tidak ada yang sia-sia.
 Lalu untuk siapakah semuanya itu?
Allah berfirman dalam A- QUR'AN
Dialah yang telah menjadikan bumi terhampar buat kalian dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untuk kalian, karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahuinya.” (Al Baqarah: 22) 
Dia Allah yang telah menjadikan segala apa yang di bumi untuk kalian.” (Al Baqarah: 29) 
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian tempat menetap dan langit sebagai atap, lalu membentuk kalian, membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rizki dari sebagian yang baik-baik yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.” (Al Mu’min: 64) 
Ibnu Katsir dalam tafsir beliau  mengatakan:
 “Allah mengeluarkan bagi mereka (dengan air hujan tersebut) segala macam tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang bisa kita saksikan sebagai rizki buat mereka dan binatang-binatang ternak mereka sebagaimana yang telah disebutkan di banyak tempat di dalam Al Qur’an.”
As-Sa’di mengatakan di dalam tafsir beliau 
 ”Allah menciptakan segala apa yang ada di atas bumi buat kalian sebagai wujud kebaikan Allah bagi kalian dan rahmat-Nya agar kalian juga bisa mengambil manfaat darinya, bersenang-senang dan bisa menggali apa yang ada padanya. (Kemudian beliau mengatakan) dan Allah menciptakan semuanya agar manfaatnya kembali kepada kita. 

Tujuan Manusia Di ciptakan

 Manusia di ciptakan Allah, Makluk yang paling sempurna, dan memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan makhluk yang lain. Manusia  diciptakan untuk satu tujuan yang mulia, agung, dan besar. Tujuan inilah yang telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an: 
Dan tidaklahAku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku.”
 (Adz Dzariat:56) 
Abdurrahman As Sa’di dalam tafsir beliau mengatakan:
 “Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia dan Allah mengutus seluruh para rasul untuk menyeru menuju tujuan ini yaitu ibadah yang mencakup di dalamnya pengetahuan tentang Allah dan mencintai-Nya, bertaubat kepada-Nya, menghadap dengan segala yang dimilikinya kepada-Nya dan berpaling dari selain-Nya.” 
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam kitab Al Qaulul Mufid  mengatakan
: “Dengan hikmah inilah manusia diberikan akal dan diutus kepada mereka para rasul dan diturunkan kepada mereka kitab-kitab, dan jika tujuan diciptakannya manusia adalah seperti tujuan diciptakannya binatang, niscaya akan hilang hikmah diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab karena yang demikian itu akan berakhir bagaikan pohon yang tumbuh lalu berkembang dan setelah itu mati.” 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Majmu’ Fatawa mengatakan:
 “Maka sesungguhnya Allah menciptakan manusia untuk menyembah-Nya sebagaimana firman Allah ‘Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.’ Ibadah kepada Allah hanya dilakukan dengan cara mentaati Allah dan Rasul-Nya dan tidak dikatakan ibadah kecuali apa yang menurut syariat Allah adalah sesuatu yang wajib atau sunnah.” 
Makna Ibadah
Ibadah secara bahasa artinya menghinakan diri.
 Sedangkan menurut syariat, Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Nama dari segala yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya (yang terdiri) dari segala bentuk perbuatan dan ucapan baik yang nampak ataupun yang tidak nampak.” (Al ‘Ubudiyyah, 38) 
Macam Ibadah
Menurut Ibnu Taimiyah di atas kita mendapatkan faidah bahwa ibadah itu ada dua bentuk yaitu 
  1. Ibadah yang nampak ( dzahiriyah/badaniyah )  contoh sholst, zakat dll.
  2. Ibadah tidak nampak ( Batiniyah/qalbiyah ) contoh khusu', tawakal dll.
Ubbudiyah dan Tingkatannya
   1.‘ubudiyyah yang bersifat umum.
Ubudiyyah ini bisa dilakukan oleh setiap makhluk Allah baik  muslim atau kafir. Inilah yang diistilahkan dengan ketundukan terhadap takdir dan sunnatullah.
 Allah berfirman:
Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (Maryam: 93).
 Ayat ini termasuk orang mkmin atau Kafir 
   2. ‘ubudiyyah ketaatan yang bersifat umum.
 Ubudiyah ini mencakup ketundukan setiap orang terhadap syariat Allah,
 sebagaimana firman Allah:
Dan hamba- hamba Allah yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi ini dengan rendah hati (tawadhu’).” (Al Furqan: 63) 
   3.  ‘ubudiyyah yang khusus.
Ubudiyyah  khusus  tingkatan para Nabi dan Rasul Allah.
 Sebagaimana firman Allah tentang Nabi Nuh:
Sesungguhnya dia adalah hamba-Ku yang bersyukur.” (Al Isra’: 3).
Kemudian Allah berfirman tentang Rasulullah:
Dan jika kalian ragu-ragu terhadap apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami” (Al Baqarah: 23).
Dan Allah berfirman tentang seluruh para rasul:
Dan ingatlah akan hamba-hamba Kami Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang memiliki perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.” (Shad: 45). 
Syarat Diterimnya suatu ibadah
Para ulama Ahlus Sunnah bahwa; 
 sebuah ibadah akan diterima oleh Allah dengan dua syarat, yaitu 

 Syarat Diterimanya Ibadah
Tiga syarat yg harus dipenuhi agar ibadah kita diterima Allah swt:

  1. Lillah, yaitu niat yg ikhlash, niat hanya karena Allah swt semata, niat hanya untuk mencari keridhaan Allah swt.
  2. Billah, yaitu pelaksanaannya seperti yg diperintahkan Allah dan yg dicontohkan oleh Rasulullah (ittiba'). Misalnya, kita mecontoh bagaimana Rasulullah shalat, puasa, bersillaturrahiim, bertetangga, bertutur kata, memimpin umat dan sebagainya.
  3. Illallaah, yaitu dengan tujuan hanya untuk mencari keridhaan Allah semata. Firman Allah: Dan di antara manusia ada orang yg mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (QS. 2:207)
  4. membaca syahadat ( ikhlas yakin ) laa ilaaha illah muhamad rasulalloh   Kesepakatan Ahlus Sunnah ini dilandasi Al Qur’an dan hadits, 
 firman Allah: 
Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (Al-Bayyinah: 5). 
Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya amal itu sah dengan niat dan seseorang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.”
 (HR. Al Bukhari dan Muslim) 
Rasulullah bersabda:
Barang siapa yang melakukan suatu amalan dan bukan dari perintahku maka amalannya tertolak.”
 (HR. Muslim)

Potensi Kehidupan Manusia

Allah swt telah menciptakan manusia dan menjadikanya sebagai sebaik-baik makhluk dengan memberikan kepadanya akal untuk membedakan baik dan buruk dimana Allah SWT telah mengutus rasul-Nya dalam rangka menjelaskan kepada manusia mana yang baik dan mana yang buruk terhadap seluruh aktivitasnya.
 Allah berfirman;
 Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,
  Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.
Q.Al -Hijr ayat, 28-29

Allah SWT juga telah menciptakan potensi kehidupan (thaqatul hayawiyah) pada diri manusia, yang berupa

    1.:KEBUTUHAN JASMANI (Hajatul Adlawiyah),
        yang penampakanya berupa rasa lapar, rasa haus, menghirup udara dan lain-lain.

    2..KEBUTUHAN  NALURI (Al-Gharizah). Yang terdiri dari :

         a. Naluri beragama ( Gharizatut Taddayun )
         b. Naluri mempertahankan diri ( Gharizatul Baqa )
         c.Gharizatun Nau' )

    3. Akal
        Akal merupakan potensi manusia yang akan menentukan, baik atau
        buruknya manusia di dalam melakukan aktifitas pada waktu memenuhi
        nalurinya, karena manusia memiliki potensi akal, inilah yang membeda
        kan manusia dengan binatang, maka Allah swt, menjadi akal manusia
        sandaran pembebanan kewajiban syara' ( Taklif Syar'i ) Allah akan
        memberi pahala kepada manusia yang melakukan amal kebajikan dan
        balasanya pahala dan surga, begitu sebaliknya.

        a. Naluri beragama (Gharizatut Taddayun)

 Naluri beragama (Gharizatut Tadayyun). Penampakannya mendorong manusia untuk mensucikan sesuatu yang mereka anggap sebagai wujud dari Sang Pencipta, maka dari itu dalam diri manusia ada kecenderungan untuk beribadah kepada Allah, perasaan kurang, lemah dan membutuhkan kepada yang lainya. Hanya saja diantara manusia banyak yang keliru dalam rangka memenuhi kebutuhan naluri yang satu ini. Contohnya diantara manusia ada yang menyembah berhala, mensucikan pohon keramat, dijawa ada khurafat “Dewi Sri, Nyi roro kidul”, menyembah sesama manusia dan lain-lain. Ada kisah orang atheis pun yang katanya tidak mengakui adanya tuhan, toh mereka juga mensucikan orang-orang tertentu semacam lenin dan stelin. Semua itu sebenarnya penampakan dari naluri yang memang diberikan oleh Allah SWT sebagai sang penciptanya. Adanya kebutuhan ini dalam AL-quran telah di isyaratkan. Allah SWT berfirman:
Dan apabila manusia itu ditimpa kemudaharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan ni’mat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah ia berdo’a (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah : “Bersenang-senanglahlah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka”. (QS Az Zumar 8)


  b Naluri Mempertahankan diri ( gharizatul  Baqa )



 Naluri mempertahankan diri (Gharizatul Baqa). Penampakanya mendorong manusia untuk melaksanakan berbagai aktivitas dalam rangka melestarikan kelangsungan hidup. Berdasarkan hal ini maka pada diri manusia ada rasa takut, keinginan menguasai, cinta pada bangsa dan lain-lain. Adanya naluri ini telah diisyaratkan dalam Al-Quran. Allah SWT ber firman :

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebagai bagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan kami sendiri, lalu mereka menguasainya ?” (QS Yaasin : 71)

      c. Naluri melangsungkan keturunan (Gharizatun Nau’)
 Naluri melangsungkan keturunan (Gharizatun nau”). Penampakanya akan mendorong manusia melangsungkan jenis manusia. Sebagai penampakan dari naluri ini, manusia memiliki kecenderungan seksual, rasa kebapakkan, rasa keibuan, cinta pada anak2, cinta pada orang tua, cinta pada orang lain dan lain-lain. Adanya naluri ini telah banyak diisyaratkan dalam Al-Quran. Contohnya rasa suka terhadap lawan jenis, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan yusuf, dan yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih.” (QS Yusuf : 24)
Tak aneh jika ada beberapa agama yang melarang pengikutnya untuk memenuhi kebutuhan naluri satu ini sehingga banyak pelanggaran2 seksual yang terkuak di berbagai tempat2 yang dianggapnya suci.
 Perbedaan dalam segi pemenuhan kebutuhannya, dari kedua potensi kehidupan manusia diatas ialah: kalau kebutuhan jasmani (Hajatul Adlawiyah) tidak dipenuhi maka akan mengakibatkan kematian. Namun tidak demikian dengan kebutuhan Naluri (Al-Gharizah) jika tidak dipenuhi tidak sampai mengakibatkan kematian akan tetapi hanya menimbulkan perasaan gelisah saja pada diri manusia.

KETERIKATAN KEPADA HUKUM SYARA'

Karena manusia mempunyai potensi Akal, maka manusia bisa membedakan
 mana yang buruk atau baik, yang halal atau haram, maka Allah menjadikan
akal sebagai sandaran pembebanan terhadap kewajiban syara' ( Taqlif Syar'i)

Setiap muslim yang hendak melakukan perbuatan guna memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan naluri diwajibkan secara syar’i mengetahui hukum Allah tentang perbuatan tersebut, sehingga ia dapat berbuat sesuai dengan hukum syara’.
Allah SWT telah mengutus rasul-Nya dalam rangka menjelaskan kepada manusia mana yang baik dan mana yang buruk terhadap seluruh aktivitasnya.
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul itu.” (QS An Nisa’ 165)
Allah SWT tidak membiarkan pemenuhan terhadap seluruh kebutuhan tersebut diserahkan kepada keinginan hawa nafsu dan akal manusia semata. Sebab, hawa nafsu itu umumnya mengajak kepada keburukan (ammaratum bissu) kecuali yang dirahmati Allah. Demikian pula, akal manusia sangatlah lemah. Manusia seringkali menyangka sesuatu baik padahal sebenarnya buruk, demikian sebaliknya. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 216.
Dan setiap perbuatan manusia akan dimintai pertanggung jawabannya kelak. Begitulah Islam satu-satunya agama yang haq sebagai solusi bagi diri manusia yang bisa memuaskan akal, sesuai fitrah manusia dan menentramkan jiwa




Pengertian Hukum Syara'.Keterikatan Terhadap Hukum Syara'


Hukum syara’
 adalah hukum yang sangat penting untuk dipelajari terlebih lagi bagi mukallaf,  yaitu bagi orang yang sudah baligh (dewasa) dan berakal. Karena hukum syara adalah peraturan dari Allah yang sifat mengikat bagi semua umat yang beragama Islam.
Aktivititas seorang muslim selalu terikat dengan hukum. Hukum ini mengikat aktivitas kita, baik perkataan kita, perbuatan kita harus memiliki dasar hukum syara yang jelas, apakah terkategori wajib, mubah, mandub, makruh, dan haram. semua ini disebut dengan ahkmul khamsah.

1.    Pengertian Hukum syara’
 Syara’ atau syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah swt yang diturunkan kepada nabi Muhammad sebagai rasulnya yang wajib diikuti oleh setiap orang islam berdasarkan keyakinan dan ahlak baik dalam hubungannya dengan Allah,  manusia / lingkungannya.

Hukum syara’ menurut istilah para ahli ushul fiqh adalah :
khithab syar’i yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik dalam bentuk tuntutan, pilihan / ketetapan.

Firman Allah swt;
“ jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya “
Hukum syara’ juga dapat diartikan seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.

2.    Pembagian Hukum Syara
       Hukum syara yang ada 5 
  1. Wajib, yaitu sesuatu yang jika dikerjakan seseorang,  ia akan mendapat pahala dan jika meninggalkannya, maka mendapat siksa.
  2. Haram, yaitu sesuatu yang jika ditinggalkan, akan mendapatkan pahala, dan jika melakukannya, maka akan mendapatkan siksa.
  1.  Mandub yaitu sesuatu yang jika dikerjakan seseorang, maka ia akan mendapatkan pahala, dan jika ia meninggalkannya, maka tidak mendapat siksa. Misalnya Ibadah sunah
  2.  Makruh, yaitu sesuatu yang jika ditinggalkan,  akan medapatkan pahala, dan jika dikerjakan, maka tidak mendapat siksa. Misalnya merokok
  3. Mubah, yaitu sesuatu yang jika dikerjakan, maka tidak mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan, tidak mendapat siksa.
 Para Ulama ushul juga telah memberi istilah nama hukum yang bersangkutan dengan perbuatan mukallaf dari segi perintah , memilih atau berupa ketetapan itu dengan hukum taklifi (hukum tuntutan) dan kepada hukum yang bersangkutan dengan perbuatan mukallaf dari segi ketetapan dengan hukum wadh’i, karena itu mereka menetapkan bahwa

Hukum syara terbagi dua macam yaitu'

     1.Pengertian Hukum Takli

Hukum taklifi adalah sesuatu yang menuntut suatu pekerjaan dari mukallaf, atau menuntut untuk berbuat, atau memberikan pilihan kepadanya antara melakukan dan meninggalkannya.
Contoh;
 hukum yang menghendaki dilakukannya perbuatan oleh mukallaf terdapat dalam
 surat At-Taubah ayat 103
 “ ambillah zakat dari sebagian harta mereka”
  1. Macam-macam Hukum Taklifi
Bentuk-bentuk hukum taklifi menurut jumhur ulama ushul fiqh/mutakallimin ada lima macam, yaitu ijab, nadb, ibahah, karahah dan tahrim.
  1. Ijab, adalah tuntutan syar’i yang bersifat untuk melaksanakan sesuatu dan tidak boleh ditinggalkan. Orang yang meninggalkannya dikenai sanksi. contohnya; dalam surat An-Nur: 56 yang artinya: “Dan dirikanlah sholat dan tunaikan zakat….”
  2. Nadb adalah tuntutan untuk melaksanakan sesuatu perbuatan yang tidak bersifat memaksa, melainkan anjuran, sehingga seseorang tidak dilarang meninggalkannya. Misalnya: dalam surah al-Baqarah ayat 282 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya….
Kalimat “maka tuliskanlah olehmu”, dalam ayat itu pada dasarnya mengandung perintah, tetapi terdapat indikasi yang memalingkan perintah itu kepada Nadb yang terdapat dalam kelanjutan dari ayat tersebut (al-Baqarah: 283), yang artinya: “Akan tetapi, apabila sebagian kamu mempercai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya….”
Tuntutan perintah dalam ayat itu, berubah menjadi nadb. Indikasi yang membawa perubahan ini adalah kelanjutan ayat, yaitu Allah menyatakan jika ada sikap saling mempercayai, maka penulisan utang tersebut tidak begitu penting. Tuntutan Allah seperti disebut dalam Nadb.
  1. Ibahah adalah khitab Allah yang bersifat fakultatif mengandung pilihan antara berbuat atau tidak berbuat atau tidak berbuat secara sama. Akibat adai khitab Allah ini disebut juga dengan ibahah, dan perbuatan yang boleh dipilih itu disebut mubah. Misalnya firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 2, yang artinya: “Apabila kamu telah selesai melaksanakan ibadah haji bolehlah kamu berburu”.
  2. Karanah,adalah tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu diungkapkan melalui redaksi yang tidak bersifat memaksa. Dan seseorang yang mengerjakan perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan itu tidak tidak dikenai hukuman. Akibat dari tuntutan ini disebut juga karanah, misalnya hadis Nabi Muhammad saw. yang artinya: “perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak.” (HR. Abu Daud, Ibn Majah, Al-Baihaqi dan Hakim).
  3. Tahrim adalah tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang memaksa. Akibat dari tuntutan ini disebut hurmah dan perbuatan yang dituntut itu disebut dengan haram. Contoh memakan bangkai dan sebagainya. Misalnya, firman Allah dalam surah Al-An’am: 151, tentang larangan membunuh. Yang artinya: “Jangan kamu membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah…..”
Khitab ayat ini disebut dengan tahrim, akibat dari tuntutan ini disebut hurmah, dan perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan, yaitu membunuh jiwa seseorang disebut dengan haram.

     2. Pengertian Hukum Wadh'i

Hukum wadh’i yakni hukum yang mengandung
sebab, syarat dan halangan,  terjadinya hukum dan hubungan hukum.
Hukum wadh’i juga merupakan titah Allah yang berhubungan dengan sesuatu yang berhubungan atau berkaitan dengan hukum-hukum taklifi.  Hukum wadh’i adalah firman Allah swt. yang menuntut untuk menjadikan sesuatu sebab, syarat / penghalang dari sesuatu yang lain.
Sebab ialah;
 sesuatu yang tampak yang dijadikan tanda adanya hukum. Contoh;
  akad nikah menjadi sebab halalnya hubungan suami isteri.

Syarat adalah
sesuatu yang kepadannya tergantung suatu hukum. Contoh syarat sholat sempurna menghadap khiblat.Halangan atau mani’ adalah sesuatu yang dapat menghalangi hubungan hukum. Contoh  gila menghalangi untuk melakukan perbuatan atau tindakan hukum.
  1. Macam-Macam Hukum Wadh’i
    1. Sebab,
Sesuatu yang kepadanya bergantung suatu hukum. Sebab juga dapat diartikan suatu hukum yang dijadikan syar’i sebagai tanda adanya hukum. Contoh;  Allah berfirman
dalam surat al-Isra: 78, yang artinya:
 “Dirikanlah shalat sesudah matahari tergelincir.”
Pada ayat tersebut, tergelincir matahari dijadikan sebab wajibnya shalat.
  1. Syarat,
Yaitu sesuatu yang tampak dan sebagai tanda adanya hukum. Dalam arti lain syarat adalah sesuatu yang berada diluar hukum syara’ tetapi keberadaan hukum syara bergantung kepadanya. Contoh
 Allah berfirman
 “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin (dewasa).”
Surat An-Nisa'
Ayat  diatas menunjukan kedewasaan anak yatim menjadi syarat hilangnya perwalian atas dirinya.”
  1. Mani’ (penghalang)
Maksutnya sesuatu yang dapat menghalangi hubungan hukum, yaitu sifat yang keberadaannya menyebabkan tidak ada hukum  “Pembunuh tidak mendapat waris.”Al- Hadist
Hadis tersebut menunjukkan bahwa pembunuhan sebagai penghalang untuk mendapatkan warisan.
  1. Rukhsah
Rukhsah berarti kelapangan, kelonggaran, kemudahan dan pengecualian. Dalam pengertiannya Rukhsah ialah hukum yang di tetapkan selaras dengan sesuatu unsur yang agak berat sebagai pengecualian dari hukum asal yaitu Azimah sekadar yang mustahak.
Rukhsah pada kalanya di hukumkan sunnah seperti memendekkan waktu sholat pada waktu perjalananan jauh.Kadang juga di mubahkan yaitu ketika kita harus berbohong dalam keadaan bahaya pada keselamatan, umum Rukhsah juga boleh bersifat makruh apabila seseorang di paksa untuk makan makanan haram padahal di aseorang muslim, karena jika tidak memakan akan terancam jiwanya.
  1. Azimah
Menurut Para ulama ada  azimah di bagi 4 yaitu :
  1. Hukum yang di syariatkan sejak semula untuk kemaslhatan seluruh umat manusia. contohi muamalat, ibadah.
  2. Hukum yang di syariatkan karena adanya suatu sebab yang muncul seperti maki berhala orang lain.
  3. Hukum yang di syariatkan sebagai pembatal bagi hukum sebelumnya sehingga mansuk  seakan-akan tidak pernah ada
  4. Hukum pengecualian dari hukum yang berlaku umum.
     Dalam hukum taklifi ada tuntutan untuk melaksanakan, meninggalkan atau memilih untuk berbuat atau tidak berbuat. Namun dalam hukum wadh’i tidak ada tuntutan. Dalam hukum wadh’i  ada keterkaitan antara 2 persoalan sehingga salah satu diantara keduanya bisa dijadikan sebab penghalang atau syarat.
    1. Hukum taklifi ditujukan kepada mukallaf, yaitu orang yang telah baligh dan berakal. Tapi hukum wadh’i ditujukan kepada semua manusia, baik yang mukallaf, anak-anak dan juga orang gila.
    2. Hukum taklifi merupakan tuntutan langsung bagi mukallaf untuk melaksanakan, meninggalkan atau memilih. Hukum wadh’i tidak dimaksudkan agar langsung dilakukan mukallaf. Hukum wadh’i ditentukan syar’i agar dapat dilaksanakan hukum taklifi, misalnya zakat hukumnya wajib (hokum taklifi), tetapi kewajiban zakat ini tidak bisa dilaksanakan jika belum mencapai 1 nishab dan belum haul. Ukuran 1 nishab ini merupakan penyebab (hukum wadh’i). wajib zakat dan haul merupakan syarat (hukum wadh’i wajib zakat).
    3. Sah atau shahih, adalah suatu hukum yang sesuai dengan tuntutan syara, yaitu terpenuhnya sebab, syarat dan tidak ada mani.
    4. Bathil atau batal, adalah terlepasnya hukum syara dari ketentuan yang ditetapkan dan tidak ada akibat hukum yang ditimbulkannya. Misalnya: memperjualbelikan minuman keras. Akad ini dipandang batal, karena minuman keras tidak bernilai harta dalam pandangan syara’. 
    Keterikatan Terhadap Hukum Syara'
    Setelah Allah SWT mengutus rasul-Nya tersebut maka setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh amal perbuatan yang dilakukannya didunia. Artinya Allah SWT akan mengazab siapa saja yang tidak mau mengikuti aturan yang dibawa rasul tersebut. Firman Allah SWT :

    “(Dan) Kami tidak akan mengazab (suatu kaum) sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS Al Isra’ 15)

    Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah SWT memberikan jaminan kepada hamba-Nya; bahwa tidak akan diazab seorang manusia (yang diciptakan-Nya) atas perbuatan yang dilakukannya sebelum diutus seorang rasul kepada mereka. Jadi mereka tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang mereka lakukan sebelum rasul diutus, karena mereka tidak terbebani oleh satu hukum pun. Namum tatkala Allah SWT telah mengutus seorang rasul kepada mereka, maka terikatlah mereka dengan risalah yang dibawa oleh rasul tersebut dan tidak ada alasan lagi untuk tidak mengikatkan diri terhadap hukum-hukum yang telah dibawa oleh rasul tersebut. Allah SWT berfirman :

    “(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul itu.” (QS An Nisa’ 165)

    Dengan demikian, siapapun yang tidak beriman kepada rasul tersebut, pasti akan diminta pertanggungjawaban dihadapan Allah kelak tentang ketidak-imanannya dan ketidak-terikatannya terhadap hukum-hukum yang dibawa rasul tersebut. Begitu pula bagi yang beriman kepad rasul, serta mengikatkan diri pada hukum yang dibawanya, ia pun akan diminta pertanggungjawaban tentang penyelewengan terhadap salah satu hukum dari hukum-hukum uang dibawa rasul tersebut.

    Atas dasar hal ini, maka setiap muslim diperintahkan melakukan amal perbuatannya sesuai dengan dengan hukum-hukum Islam, karena wajib atas mereka untuk menyesuaikan amal perbuatannya dengan segala perintah dan larangan Allah SWT yang telah dibawa oleh Rasulullah saw. Allah SWT berfirman :

    “… Apa saja yang dibawa/diperintahkan oleh rasul (berupa hukum) kepadamu maka terimalah dia. Dan apa saja yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (Qs Al Hasyr 7)

    Dengan demikian setiap muslim yang hendak melakukan suatu perbuatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya –baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan naluri– , maka wajib secara syar’i mengetahui hukum Allah tentang perbuatan tersebut sebelum melakukannya, sehingga ia dapat berbuat sesuai dengan hukum syara’. Dengan kata lain, wajib bagi setiap muslim senantiasa mengkaitkan seluruh perbuatannya dengan hukum syari’at Islam, serta tidak melakukan suatu apapun, kecuali jika sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT

Makna Syahadat Tain

JJadi setelah kita membaca tentang sebenarnya manusia diciptakan Allah
adalah untuk beribadah  /  mengabdi kepada Allah swt, karena manusia
diciptakan  oleh Allah  sebagai makluk  yang  paling  sempurna diantara
makluk yang lainya, dengan potensi Akal itu manusia bisa membedakan
yang halal atau haram, sehingga Allah menjadikan akal manusia  sebagai
sandaran pembebanan terhadap   kewajiban Syara' (TAQLIF SYAR' I)
kepada manusia. Sebagai bentuk ibadah manusia  adalah ketaatan  atau
ketundukan kepada Allah yaitu mengucapkan janji/ ikrar,sumpah kepada
Allah yaitu dua kalimat syahadat di bawah ini, dua   kalimat syahadat  ini
mengandung konskuensi yang   harus  taat,  tunduk , patuh menjalankan
peritah Allah dan RasulNya.Dari sinilah  manusia  diberikan  salah  satu
potensi oleh Allah yaitu Naluri Agama, dimana dalam agama  ada  suatu
ikatan yang syar'i, yang merupakan  syarat masuk didalam Agama Islam
yaitu harus membaca dua kalimat  Syahadat.
m

A.Laailahaillallah  

Kalimat Laailahaillallah mempunyai kedudukan yang agung.
Makna syahadat merupakan ikrar,janji, sumpah kepada Allah yang memiliki konskuensi
harus tunduk kepada peraturan Allah
seperti bacaan iftitah di bawah, ini
إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْن لاَ s

 Rasulullah  bersabda
Maka sesungguhnya Allah mengharamkan atasnya neraka bagi orang yang mengucapkan Laailahaillallah karena mengharapkan wajah Allah
 (HR Bukhari & Muslim)

Rasulullah SAW bersabda:

Musa pernah berkata wahai Tuhanku, ajarilah aku sesuatu yang dapat aku pakai untuk ingat kepada-Mu & do’a kepada-Mu, Allah berfirman: Wahai Musa ucapkanlah ‘Laailahaillallah’, Musa berkata: Semua hamba-Mu mengucapkan hal ini. Allah berfirman: Wahai Musa seandainya tujuh langit & penghuninya selain Aku & tujuh bumi ini di salah satu timbangan & Laailahaillallah diletakkan di daun timbangan lainnya, niscaya Laailahaillallah akan lebih berat dari itu semua” (HR Hakim & Ibnu Hibban dalam Maurid Adh Dhom’an)

  Dalam Hadist dari Abdullah Ibnu Umar, Rasulullah bersabda:

Sebaik-baik do’a adlah do’a di hari ‘arafah & sebaik-baik do’a yang aku ucapkan demikian pula para nabi sebelumku adalah do’a Laailahaillallah wahdahu laa syarikalah, lahulmulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kuli syai-in qadiir (Tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah Yang Esa tidak ada sekutu baginya, milik-Nya segala kekuasaan & pujian & Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu)” (HR Ahmad & Tirmidzi dalam Ad Da’awat No. 3579)

Diantara dalil yang juga menunjukkan Laailahaillallah memiliki bobot yang sangat berat di dalam timbangan keadilan adalah hadist yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, ia menghasankannya An Nasa’I & Al Haakim, ia berkata hadist ini shahih atas syarat Imam Muslim dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah SAW bersabda:

Akan dipanggil seorang dari umatku di atas para pemuka makhluk pada hari kiamat kemudian dibentangkan baginya 99 sijjil (catatn amal) masing-masing sijjil sepanjang pan&gan mata. Lalu dikatakan kepadanya: ‘Apa kamu mengingkari hal ini?’ Ia menjawab: ‘Tidak wahai tuhanku’. Ia ditanya apa kamu punya alasan lain atau kebajikan?’ Dengan rasa takut ia menjawab: ‘Tidak punya.’ Lalu ia diberi tahu: ‘Sesungguhnya kamu memiliki beberapa kebajikan di sisi Kami & kamu tidak akan didzalimi sedikitpun kemudian dikeluarkan baginya sebuah bithaqah (kartu ucapan amal) yang di dalamnya tertulis -Asyhadu anlaailaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah-‘ Maka ia berkata: ‘Wahai tuhanku apa maksud dari bithaqah & sijjil ini?’ Dikatakan kepadanya: ‘Engkau tidak akan didzalimi sedikitpun’. Lalu sijjil-sijjil itu diletakkan di salah satu daun timbangan & bithaqah di daun timbangan lainnya, tiba-tiba sijjil itu menjadi ringan sedangkan bithaqah malah tambah berat.”
 (HR Tirmidzi No. 2641 dalam Al Imaan, Al hakim (1/5-6) & selain keduanya)

Kalimat Laailahaillallah memiliki 2 (dua) rukun, yaitu:

1. Annafyu artinya meniadakan seluruh sesembahan selain Allah Ta’ala
2. Al Itsbaat artinya menetapkan bahwa yang berhak disembah hanyalah Allah Ta’ala saja.


Muhammdarrasulullah

Konsekuensi dari syahadat;

A. Taat pada perintahnya
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah & Rasul-Nya, & janganlah kamu berpaling dari-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintahnya)”
(QS.8.20)

Katakanlah: Taatlah kepada Allah & taatlah kepada Rasul, & jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul hanyalah apa yg dibebankan kepadanya, kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu. & jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. & tiada lain kewajiban rasul hanya menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”
(QS.24.54)

Setiap umatku akan masuk ke dalam syurga, kecuali yang enggan. Mereka berkata siapakah yang enggan ya Rasululloh? Beliau menjawab: Siapa yang mentaatiku maka ia akan masuk syurga & siapa yang mendurhakaiku, maka dialah yang enggan.”

  B.Membenarkan apa yang di kabarkannya.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. & apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, & bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS.59.7)

Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tak ada yang berhak disembah kecuali Allah & sampai mereka percaya kepadaku & apa yang aku bawa
 (HR Muslim)

Firman Alloh
“& barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah & Rasul-Nya maka sesungguhnya Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang bernyala-nyala.”
(QS.48.13)

Abu Bakar Ash-Shiddiq:
 “Aku tidaklah meninggalkan apa yang diperintahkan oleh Rasul kecuali akan aku kerjakan & aku takut jika meninggalkan satu saja & perintah Rasul maka kebinasaan akan menimpaku”.

C. Meninggalkan apa yang dilarangnya tanpa ada sifat ragu.

Firman Allah ta’ala:
“& Kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan
(QS.16.44)

Dari Miqdam bin Ma’di Yakrib Rasululloh bersabda:
Ketahuilah bahwa aku diberikan Al Quran & sepertinya bersamanya (yaitu Assunah)”
Katakanlah: Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yg telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya & (siapa pulakah yang rnengharamkan) rezeki yang baik. Katakanlah: Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS.7.32)

4. Tidak beribadah kepada Allah melainkan dengan cara yang telah disyariatkan.
Allah telah menyempumakan agamanya, dari wahyu telah terputus
firman Allah:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu & telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku & telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu
 (QS A1-Maidah 3)

5. Syahadat ini juga memiliki konsekuensi yaitu tidak meyakini bahwa nabi Muhammad memiiki sifat rububiyyah yang punya pengaruh di alam semesta & tidak berhak disembah.
Beliau adalah seorang hamba, seorang Rasul yang tidak didustakan & seorang hamba yang tidak mampu mendatangkan mamfaat / menolak mudharat bagi dirinya / orang lain kecuali atas izin & kehendak Allah.

Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, & tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib & tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat”. Maka apakah kamu tidak memikirkan.


Aqidah Islam



  1. Pengertian Aqidah
Aqidah  secara  bahasa berarti
'ikatan'.
Secara istilah adalah keyakinan
hati atas sesuatu.
Dalam   ajaran  islam,   Aqidah
(al-aqidah al-islamiyah) adalah
keyakinan   atas sesuatu   yang
terdapat   dalam  apa  yang  di
sebut dengan rukun iman,yaitu
keyakinan     kepada       Allah
MalaikatNya, Kitab-kitabNya
Rasu l- rasulNya,   Hari  akhir
serta taqdir baik dan buruk. Diatas sebagai dasarnya Hadits  shahih
,diriwayatkan Imam Muslim dari Shahabat Umar bin Khatab r.a
yang dikenal dengan sebutan ‘Hadits Jibril’.
   Aqidah islam di jadikan sebagai landasan berfikir ( qaidah fikriyah )
yang menjadi dasar manusia dalam mebangun pemikiran-pemikiran
dan membina mafahim serta muyulnya yang sekaligus membentuk
aqliyah dan nafsiyah.

Dari Uraian diatas tentang  Makna dua  kalimat   Syahadat , seseorang
disebut muslim jika seseorang  sudah membaca dua   kalimat,   dan
belum   sempurna  seorang muslim bila   hatinnya belum  ada  aqidah
 ( yaitu suatu keyakinan yang  di benarkan di dalam hati )
  yaitu keyakinan terhadap  6 Rukun Iman .
  1. Kedudukan Aqidah dalam Islam
Aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal.  
 Allah  berfirman;
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110
)
Allah swt juga berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ.
Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)
Mengingat pentingnya  aqidah di atas tadi, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun.
  1. Sumber-sumber Aqidah Islam
Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat Tauqifi
 artinya suatu ajaran yang hanya dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran aqidah Islam adalah terbatas pada al-Quran dan Sunnah saja. Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, dan tidak ada yang lebih tahu tentang Allah, setelah Allah sendiri, kecuali Rasulullah saw.
  1. Metode Memahami Aqidah Islam dari Sumber-sumbernya Menurut Para Shahabat
Generasi para shahabat adalah generasi yang dinyatakan oleh Rasululah sebagai generasi terbaik kaum muslimin. Kebaikan mereka terletak pada pemahaman dan sekaligus pengamalannya atas ajaran-ajaran Islam secara benar dan kaffah. Ada generasi awal yang menyaksikan langsung turunnya wahyu, dan mereka mendapat pengajaran dan pendidikan langsung dari Rasulullah saw. Setelah generasi shahabat, generasi berikutnya dari kalangan tabi’in, dan selanjutnya diikuti oleh generasi tabi’ut tabi’in. Tiga generasi inilah yang secara umum disebut sebagai GENERASI SALAF.

Rasulullah bersabda ;
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ…
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah generasi pada masaku, lalu generasi berikutnya, lalu generasi berikutnya…”
(H.R. Bukhari dan Muslim)
Generasi Salaf yang Shalih mengambil pemahaman aqidah adalahdari al-Quran dan sunnah. Dan apa saja yang tidak terdapat dapat dalam kedua sumber itu, mereka meniadakan dan menolaknya. Mereka mencukupkan diri dengan kedua sumber tersebut dalam menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang menjadi dasar aqidah atau keyakinan.
Dengan metode di atas, maka para shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti mereka dangan baik (ihsan), mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka tidak terjadi perselisihan dalam masalah aqidah. Kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan di kalangan mereka hanyalah dalam masalah hukum yang bersifat cabang furu'iyyah , bukan dalam masalah-masalah yang pokok ushuliyyah. Seperti  para imam madzhab yang empat, yaitu 
    Imam Abu Hanifah (tahun 699-767 M)
    Imam Malik (tahun 712-797)
    Imam Syafi’i (tahun 767-820)
    Imam Ahmad (tahun 780-855 M).
Mereka dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai golongan yang selamat, sebagaimana sabda beliau,
قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى
Artinya: “Mereka (golongan yang selamat) adalah orang-orang yang berada di atas suatu prinsip seperti halnya saya dan para shahabat saya telah berjalan di atasnya.”
(H.R. Tirmidzi)
Aqidah islamiyah adalah jalan menuju Iman       
 Agama Islam telah menangani problematika utama manusia. Agama Islam memecahkan problematika utama manusia berupa posisi dan eksistensi manusia di dunia dalam keterkaitan dengan sebelum dunia dan setelah dunia sehingga mendapatkan kebangkitan yang hakiki. Agama Islam menyelesaikan problematika utama manusia dengan pemecahan yang sesuai dengan fitrah, memuaskan akal serta memberi ketenangan jiwa. Bahkan agama Islam telah menetapkan bahwa untuk memeluk agama Islam bergantung sepenuhnya pada pengakuan/keyakinan terhadap pemecahan ini.

PERCAYA KEPADA ALLAH SWT
Agama Islam dibangun atas satu dasar yaitu
 Di balik alam semesta, manusia dan kehidupan ada pencipta yang mutlak yang telah menciptakan ketiganya, dan yang telah menciptakan segala sesuatu lainnya. Dialah Tuhan Sang Maha Pencipta.
Bukti-bukti yang menunjukkan adanya Tuhan Sang Maha Pencipta dapat ditelusuri sebagai berikut :

1. Tuhan, Sang Maha Pencipta, telah menciptakan segala sesuatu dari tidak ada sehingga Ia bukan makhluk (yang diciptakan), sebab sifatnya sebagai Al khaliq (Sang Pencipta), memastikan bahwa Dia bukan makhluk. Bahkan hal itu memastikan pula bahwa Dia, Sang Maha Pencipta, wajibul wujud (ada secara mutlak), karena segala sesuatu menyandarkan wujudnya kepada diriNya, sedangkan Dia tidak bersandar pada sesuatu apapun.
2. Manusia tidak dapat memungkiri bahwa terdapat Tuhan Sang Maha Pencipta. Manusia menyadari bahwa manusia, alam semesta dan kehidupan bersifat lemah dan saling membutuhkan kepada yang lain. Misalnya manusia, ia terbatas sifatnya, karena tumbuh dan berkembang tergantung kepada hal lain, sampai suatu batas yang tak dapat dilampauinya lagi. Begitu pula dengan kehidupan (nyawa), Ia bersifat terbatas pula, sebab penampakannya bersifat individual belaka. Selain itu, kita semua menyaksikan bahwa kehidupan itu berhenti pada satu individu saja. Jadi kehidupan bersifat terbatas. Demikian pula dengan alam semesta. Alam semesta merupakan kumpulan benda-benda yang terbatas dan bersifat terbatas Jadi, manusia, kehidupan dan alam semesta bersifat terbatas. Manusia menaydari bahwa terhadap sesuatu yang terbatas, pasti sesuatu tersebut berawal dan berakhir. Sesuatu yang berawal dan berakhir tentu diciptakan oleh sesuatu yang lain. Al khaliq adalah Dzat Yang Menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan.

Jika ada yang menyatakan bahwa Sang Maha Pencipta sesungguhnya sama dengan ciptaanNYA, yaitu makhluk, maka hal itu adalah pandangan yang keliru. Jika ia diciptakan, berarti ia terbatas dan bukan pencipta yang sesungguhnya. Dengan kata lain Sang Maha Pencipta tidak mungkin sekaligus menjadi makhluk atau sebaliknya, makhluk tidak mungkin sekaligus Sang Maha Pencipta. Sang Maha Pencipta wajibul wujud dan dialah yang menciptakan seluruh makhluk.
Demikian juga, merupakan pernyataan yang keliru jika menyatakan bahwa Sang Maha Pencipta menciptakan diri mereka sendiri. Tidak mungkin dua sifat yang berlawanan (pencipta dan yang diciptakan) ada pada satu benda pada saat yang bersamaan. Sang Maha Pencipta (khaliq) tidak boleh tidak harus bersifat azali dan wajibul wujud. Sang Maha Pencipta tersebut adalah Allah SWT.


Penggunaan Akal
Iman kepada Yang Maha Pencipta, merupakan hal yang fitri dalam diri manusia. Akan tetapi iman yang fitri ini hanya muncul dari perasaan belaka. Padahal perasaan tidak dapat dijadikan sebagai acuan, sebab perasaan sering menambah-nambah terhadap apa yang diimani, yaitu dikaitkan dengan sesuatu yang realistis. Bahkan mengkhayalkan sifat-sifat tertentu yang lazim, terhadap apa yang diimani, sehingga dapat menjerumuskan ke arah kekufuran dan kesesatan. Penyembahan berhala, khura¬fat (cerita bohong) dan kebatilan lain, muncul karena perasaan hati yang salah dalam beriman kepada Allah SWT.
Islam tidak membiarkan perasaan hati ini sebagai satu-satunya jalan menuju iman. Islam menegaskan perlunya penggunaan akal bersama-sama perasaan hati dalam beriman kepada Allah SWT. Bahkan Islam melarang manusia untuk ber-taqlid dalam urusan aqidah. Islam menjadikan akal sebagai timbangan dalam beriman. Islam mewajibkan manusia untuk menjadikan imannya benar-benar timbul dari proses berpikir. Hal itu dapat diketahui dari berbagai dalil yang merupakan seruan untuk memperhatikan alam semesta dengan seksama, dalam rangka mencari petunjuk untuk beriman kepada Sang Maha Pencipta.
Ratusan ayat dalam Al Qur’an telah menyeru untuk berfikir hingga membenarkan dengan pasti keberadaan Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal" (QS Ali Imran 190)
Semua dalil tersebut ditujukan kepada manusia agar iman muncul dari akal dan bukti. Semua Dalil tersebut juga memperingatkan manusia untuk tidak mengambil jalan yang telah ditempuh oleh nenek moyang, yang telah merasa puas terhadap apa yang telah mereka temui tanpa meneliti dan mengujinya lagi untuk mengetahui kebenaran. Hasilnya adalah keimanan yang sahih kepada Allah SWT. Inilah iman yang jernih, iman yang sampai kepada yaqin akan adanya Allah SWT, karena diperoleh melalui pengamatan dan perenungannya.
Kendati wajib atas manusia untuk menggunakan akal dalam mencapai iman kepada Allah SWT, namun tidak mungkin baginya untuk memahami apa yang di luar jangkauan indera dan akalnya. Hal ini karena akal manusia terbatas. Betapapun tinggi tingkatannya, tetap saja ia terbatas, dan tumbuh dalam batas-batas yang tidak dapat dilampauinya lagi. Karena itu pemahamannya pun terbatas adanya. Oleh karenanya, akal tidak mampu untuk memahami dzat Allah, sebab Allah berada di luar ketiga unsur pokok alami (alam semesta, manusia dan kehidupan). Akal manusia itu sendiri tidak mampu untuk memahami apa yang di balik dirinya, maka ia tak mampu untuk mencapai dzat Allah.
Namun tidak dapat dikatakan : “Bagaimana mungkin orang dapat beriman kepada Allah, sedangkan akalnya sendiri tidak mampu memahami dzat Allah?” Tidak, tidak bisa dikatakan begitu. Hakekatnya iman itu adalah percaya akan adanya (wujudnya) Allah, yang mana hal ini dapat dipahami melalui wujud makhluk-makhlukNya, yaitu alam semesta, manusia dan kehidupan. Ketiganya berada dalam batas-batas yang dapat dicapai oleh akal.

PERCAYA KEPADA KITABULLAH DAN RASULULLAH
Jika akal telah beriman kepada Allah SWT, maka persoalan yang berkaitan dengan asal manusia, alam se¬mesta dan kehidupan telah terpecahkan dengan sempurna. Allah SWT adalah Sang Maha Pencipta. Allah SWT telah menciptakan seluruh makhlukNYA beupa alam semesta, manusia dan kehidupan. Persoalan berikutnya yang harus dipe¬cahkan adalah persoalan hakekat hidup, tujuan hidup, bagaimana manusia harus menjalani kehidupan dan memecahkan segala problema¬tikanya. dan bagaimana manusia setelah mati.
Jawaban dari persoalan tersebut juga merupakan kebutuhan dasar seluruh manusia. Oleh karena itu jawaban tersebut harus merupakan jawaban yang pasti dan meyakinkan. Jawaban yang pasti dan meyakinkan tersebut hanya bisa dihasilkan melalui informasi yang diberikan Allah kepada manusia, disebabkan dua hal, sebagai berikut :
  1. Allah SWT adalah Sang Maha Pencipta, Yang menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan   sehingga adalah Yang Maha Mengetahui, termasuk mengetahui alam semesta, manusia dan kehidupan. Berdasarkan hal itu, informasi dan pemecahan terhadap permasalahan kehidupan manusia yang berasal dari Allah SWT pasti benar secara meyakinkan.
  2. Manusia, hanyalah makhluk sehingga pemecahan permasalahan kehidupan yang berasal dari manusia penuh ketidakpastian, membingungkan, bahkan bisa menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, sebagai kasih sayang kepada manusia, Allah SWT telah memberikan petunjuk berupa hakekat hidup, tujuan hidup, bagaimana manusia harus menjalani kehidupan dan memecahkan segala problema¬tikanya dan bagaimana manusia setelah mati. Petunjuk tersebut adalah petunjuk yang pasti dan meyakinkan. Jika petunjuk itu digunakan maka persoalan dasar manusia akan terpecahkan dan manusia akan menjalani kehidupan di dunia dan akhirat dengan penuh kebahagiaan.
Kalamullah adalah petunjuk yang pasti dan meyakinkan dari Allah SWT. Kalamullah berisi petunjuk yang dibutuhkan manusia dalam memecahkan permasalahan kehidupannya dan bagaimana setelah mati. Kalamullah adalah petunjuk yang membawa manusia kepada kehidupan dunia dan akhirat.
Kalamullah sampai kepada umat manusia tidak melalui ilham, wangsit atau mimpi tetapi melalui para Nabi dan Rasul. Jika kalamullah sampai kepada manusia melalui ilham, wangsit atau mimpi pasti akan terjadi kekacauan dalam kehidupan manusia. Ada kemungkinan setiap manusia merasa telah mendapatkan ilham, wangsit atau mimpi. Dampaknya, akan terjadi perpecahan yang dahsyat di tengah manusia tanpa bisa diselesaikan.
Kalamullah sampai kepada manusia melalui para nabi dan rasul. Bukti yang paling jelas berupa kebutuhan manusia kepada Nabi dan Rasul dalam beribadah kepada Allah. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia selalu melakukan peribadahan kepada Allah, sebab peribadahan adalah suatu hal yang fitri dalam diri manusia dalam rangka mentaqdiskan (mensucikan) Penciptanya. Aktivitas mentaqdiskan di¬namakan ibadah, yang merupakan tali penghubung antara manusia dan Penciptanya.
Apabila hubungan ini dibiarkan sendiri tanpa aturan, akan cenderung menimbul¬kan kekacauan ibadah serta menyebabkan terjadinya penyembahan kepada selain Allah SWT. Jadi harus ada aturan ibadah. Hanya saja aturan ini tidak boleh datang dari fihak manusia, karena manusia tidak mampu memahami apakah perbuatan ibadah yang dilakukan diterima atau ditolak allah SWT. Aturan ini harus datang dari Allah SWT.
Aturan peribadatan ini sampai kepada manusia, melalui para Nabi dan Rasul. Dengan kata lain Nabi dan Rasul adalah sumber untuk menunjukkan peribadatan yang diterima Allah SWT. Oleh karena itu, harus ada para Nabi dan Rasul yang menunjukkan peribadatan yang diterima Allah.
Bukti lain akan kebutuhan manusia terhadap para Rasul adalah bahwa pemuasan manusia akan tuntutan gharizah (naluri) serta kebutuhan-kebutuhan jasmaninya adalah merupakan yang mutlak perlu. Pemuasan semacam ini apabila dibiarkan berjalan tanpa suatu aturan akan menjurus ke arah pemuasan yang salah dan berlebihan serta akan menyebabkan mala petaka terhadap umat manusia. Oleh karena itu harus ada aturan yang mengatur gharizah dan kebutuhan-kebutuhan jasmani ini.
Hanya saja aturan ini tidak boleh datang dari pihak manusia, sebab pema¬haman manusia dalam mengatur gharizah dan kebutuhan-kebutuhan jasmani senantiasa diwarnai kekeliruan, perselisihan dan keterpengaruhan oleh lingkungan. Apabila manusia dibiarkan membuat aturan sendiri, maka aturan yang ia buat pun diwarnai kekeliruan, perselisihan dan pertentangan yang akan menjerumuskan manusia ke dalam kenestapaan. Aturan tersebut harus datang dari Allah SWT yang disampaikan melalui para Nabi dan Rasul. Oleh karena itu, harus ada para Nabi dan Rasul yang menunjukkan aturan Allah dalam hal pemenuhan gharizah dan kebutuhan-kebutuhan jasmani manusia.
Al Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad SAW
Jika akal telah beriman kepada Allah, kalamullah dan rasulullah, maka persoalan dasar manusia sudah terjawab. Manusia diciptakan oleh Allah SWT di dunia untuk diberikan petunjuk dariNYA yang dibawa Nabi dan Rasulullah sehingga dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat.
Selanjutnya, yang menjadi masalah adalah bagaimana akal dapat membuktikan bahwa Rasullullah SAW benar-benar utusan Allah dan benar-benar mendapat wahyu dari Allah. Akal harus mampu membuktikan sebab petunjuk dari Allah SWT sampai hari kiamat kelak adalah melalui Rasulullah SAW. Jika akal tidak mampu membuktikan kenabian Rasulullah SAW, maka keterikatan terhadap agama Islam pada diri seseorang menjadi lemah.
Akal dapat membuktikan kenabian Rasulullah SAW dengan cara membuktikan bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah. Jika terbukti bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah, maka pembawa Al Qur’an kepada manusia, yaitu Rasulullah SAW pastilah nabiyullah dan Rasulullah.
Bukti bahwa Al-Qur'an itu datang dari Allah dapat dilihat dari kenyataan bahwa Al-Qur'an itu sebuah kitab berbahasa Arab yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dalam menentukan dari mana Al-Qur'an itu berasal, dapat kita jumpai adanya tiga kemungkinan atas asal-usulnya. Kemungkinan pertama, ia merupakan karangan bangsa Arab. Kemungkinan kedua, ia merupakan karangan Muhammad SAW. Kemungkinan ketiga, Ia berasal dari Allah SWT semata. Tidak ada kemungkinan lain selain dari yang ketiga ini sebab Al-Qur'an adalah khas Arab, baik dari segi bahasa maupun gaya.
Kemungkinan yang pertama, yang mengatakan bahwa Al-Qur'an merupakan karangan bangsa Arab adalah suatu kemungkinan yang bathil. Sebab Al-Qur'an sendiri telah menantang mereka untuk membuat karya yang serupa. Sebagaimana tertera dalam ayat "Katakanlah: “Maka datangkanlah sepuluh surat yang (dapat) menyamainya " (QS Hud 13) dan di dalam ayat "Katakanlah : Kalau benar yang kamu katakan maka cobalah datangkan sebuah surat yang menyerupainya" (QS Yunus 38)

Orang Arab telah berusaha untuk menghasilkan karya yang serupa, akan tetapi mereka tidak berhasil. Jadi Al-Qur'an bukan berasal dari perkataan mereka karena ketidakmampuan mereka untuk menghasilkan karya yang serupa. Kendati ada tantangan dari Al-Qur'an dan usaha dari mereka untuk membuat karya yang serupa.
Kemungkinan yang kedua, yang mengatakan bahwa Al-Qur'an itu karangan Muhammad SAW, adalah kemungkinan yang bathil pula sebab Mu¬hammad juga orang Arab. Bagaimanapun jeniusnya ia, tetaplah ia sebagai seorang manusia yang menjadi salah satu anggota dari masyarakat atau bangsanya. Selama bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, maka masuk akal pula apabila Muhammad yang orang arab itu juga tidak mampu menghasilkan karya yang serupa. Jadi jelaslah bahwasannya Al-Qur'an itu bukan karangannya
Apalagi banyak hadits-hadits shahih yang berasal dari Nabi Muhammad saw, yang sebagian malah diriwayatkan lewat cara tawatur yang kebenarannya tidak diragukan lagi. Apabila setiap hadits ini dibandingkan dengan ayat mana pun dalam Al-Qur'an, maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya bahasa (uslub). Padahal Nabi Muhammad SAW di samping selalu membacakan setiap ayat-ayat yang diterimanya, juga dalam waktu yang bersamaan selalu mengeluarkan hadits. Akan tetapi keduanya tetap berbeda dari segi gaya bahasanya. Padahal bagaimanapun kerasnya usaha seseorang untuk menciptakan berbagai macam gaya bahasa dalam pembicaraannya, tetap akan terdapat kemiripan antara gaya yang satu dengan gaya yang lain sebab hal ini merupakan bagian dari dirinya. Jadi karena tidak ada kemiripan antara gaya bahasa Al-Qur'an dengan gaya bahasa hadits maka pasti Al-Qur'an bukan perkataan Nabi Muhammad SAW, disebabkan terdapat perbedaan yang tegas dan jelas antara keduanya.
Oleh karena tidak seorang pun dari bangsa Arab yang bisa menuduh bahwa Al-Qur'an itu perkataan Muhammad atau mirip dengan gaya pembicaraannya, justru karena paham mereka yang begitu dalam akan gaya-gaya bahasa mereka sendiri, orang Arab jahiliyah hanya bisa melontarkan tuduhan bahwa Muhammad SAW menyadur dari seorang pemuda Nasrani bernama Jabr. Tuduhan ini ditolak keras oleh Allah SWT sebagaimana dalam firmanNya : "Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, Sesungguhnya Al-Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad) Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa 'ajami (non Arab), sedangkan A!-Qur'an itu dalam bahasa arab yang jelas" (QS An-Nahl 103)
Apabila kini telah terbukti bahwa Al-Qur'an itu bukan karangan bangsa Arab, dan bukan pula karangan Muhammad saw, maka yakinlah bahwa Al-Qur'an itu merupakan perkataan Allah (kalam Allah) yang menjadi mukjizat bagi orang yang membawanya (yaitu Muhammad SAW).
Karena Nabi Muhammad SAW adalah orang yang membawa Al-Qur'an yang merupakan perkataan dan syariat Allah, sedang tidak ada yang membawa syariat-Nya melainkan para Nabi dan Rasul, maka berdasarkan akal dapat diyakini bahwa Mu¬hammad saw itu seorang Nabi dan Rasul.

KESIMPULAN
Iman kepada Allah, iman kepada Rasulullah SAW dan iman bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah, mewajibkan beriman kepada apa saja yang dikabarkan oleh-Nya. Baik hal itu terjangkau indera atau tidak. Jadi kita wajib beriman kepada Hari kebangkitan, surga, neraka, hisab dan siksa. Juga wajib beriman akan adanya jin, setan, malaikat serta apa saja yang diterangkan Al-Qur'an dan Hadits qath'i. Iman seperti ini, walaupun mengutip (naql) dan mendengar (sama’), tetapi pada dasarnya merupakan iman yang aqli, sebab dasarnya telah terbukti oleh akal.
Agama Islam telah memecahkan simpul problematika utama manusia melalui aqidah Islam yang berisi jalan menuju iman. Di dalam akidah Islam, akal seorang muslim sampai kepada keyakinan mengenai kehidupan sebelum dunia, yaitu Allah SWT, kehidupan dunia dan kehidupan setelah dunia yaitu Hari Akhirat. Demikian juga akal sampai kepada keyakinan tentang penghubung antara kehidupan dunia dengan kehidupan sebelum dunia berupa penghubung penciptaan  dan penghubung berupa aturan-aturanNYA. Demikian juga akal sampai kepada keyakinan tentang penghubung antara kehidupan dunia dengan kehidupan setelah dunia, berupa perhitungan amal manusia atas apa yang Ia kerjakan di dunia (muhasabah). Demikian juga akal sampai kepada keyakinan bahwa manusia terikat dan wajib berjalan di dalam kehidupan ini sesuai dengan peraturan Allah dan wajib beri'tiqad bahwasannya Ia akan dihisab di Hari Kiamat atas perbuatan-perbuatan di dunia.
Dengan demikian telah terbentuklah pemikiran yang jernih ( mustanir ) apa yang ada di balik kehidupan, alam semesta dan manusia. Serta telah terbentuk pula pemikiran yang jernih tentang alam sebelum dan alam sesudah manusia. Dan bahwasannya terdapat 'tali penghubung' antara dunia dengan kedua alam terse¬but. Dengan demikian telah terurailah 'masalah besar' itu dengan aqidah Islamiah. Allah SWT berfirman : "Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul¬Nya dan kepada Kitab yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya dan kepada Kitab vang diturunkan sebelumnya.
 Dan siapa saja yang mengingkari Allah dan Malaikat¬-Nya dan Kitab-Kitab-Nva don Rasul-Rasul-Nya dan Hari Akhir maka ia telah sesat sejauh-.jauh kesesatan" (QS An-Nisa 136)
 wawallhu'alam bishawab   selalu mohon kritik dan saranya........